Minggu, 06 Desember 2015

Diah Natalia :SEDERHANA


Diah Natalia
 

SEDERHANA

Kepada pezina bangsa,
Kami percayakan nasib bangsa Indonesia
Agar bisa merata segala sejahtera

Mengapa kau rebut impian ribuan pejuang ilmu?
Hingga hanya mampu menggigit jari jemari
Dalam keputus asaan
Karena kau catut uang saku mereka

Untuk kerakusanmu,
Lihat ada berapa banyak perut yang kelaparan
Dengan tulang terbungkus kulit hitam
Teriakan menggurita menembus suara

Kepada pezina bangsa,
Haruskah lebih banyak darah yang mengalir agar kita tahu betapa merahnya bendera kita?
Haruskah lebih banyak kain kafan, agar kita tahu betapa putih bendera kita?

Sederhana saja,
Jagalah impian kemerdekaan
Jadikan bangsa ini mumpuni
Damai dalam ahlak kesantunan
Sejahtera dalam kemandirian

Osratus


Osratus adalah nama pena, dari Sutarso nama sebenarnya. Lahir di Purbalingga (Jawa Tengah), 8 Maret 1965. Pindah ke Sorong (Papua Barat), Tahun 1981. Pendidikan S1,  Jurusan Administrasi Negara. Menulis puisi sejak tahun 1981. Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia di  STKIP Muhammadiyah Sorong (2006 – 2010). Buku Puisi : Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia Jilid III (antologi bersama, 2015), Puisi Menolak Korupsi  Jilid IV (antologi bersama, 2015). Alamat : Jl. Basuki Rahmat Km. 7, Kompleks Kantor Transmigrasi lama, Remu Selatan, Sorong, Papua Barat.

Osratus : SEBUNGKUS PROTES REBUS (untuk diriku)



Osratus

SEBUNGKUS PROTES REBUS
(untuk diriku)

“Hujan di halaman hati, belum enyah
  Angin dingin, bertingkah
  Nyalakan kompor semangat, yang melemah
  Cuci dengan air kejujuran, itu kacang tanah
  Rebus, dengan api tabah
  Tutup pintu bibir, yang tergerus cas-cis-cus
  Tutup jendela otak, yang terendus akal bulus:   
  Bunglon, tidak melompat ke kardus
  Kadal, tidak mengganggu bolu kukus
  Anak burung, tidak kecemplung gelas jus
  Halilintar, menyambar teko egoku
  Tutup telinga tutup hati, tidak mau aku
  Mungkin, dia ingin mengatakan sesuatu
  Tapi usai berkoar, sembunyi di ketiak soreku
  Kapan kita duduk bersama, halilintarku?
  Pohon mahoni, lemas terkulai:
  Penampilannya, aduhai
  Kepribadiannya keropos, hanya pandai berandai
  Kepadaku, dia menyeringai
  Mengapa wajahnya mirip aku, putih teratai?
 Ikan emasku, melompat ke selokan semu
  Jangan dekati dia, dengan kepurapuraanmu
  Dekati dia, dengan tulus hatimu
  Pindahkan dia dari kolam bawah pohon bambu,
  Ke danau biru hatiku
 Jemuranku belum diangkat
  Aku bukan pengkhianat. Aku lari cepat
  Menembus hujan lebat
  Napasku tersengal dikali empat
  Pakaianku, tidak lagi ada di tempat
 Hatiku, seperti bau hangus
  Baik-baik sajakah kau, kacang rebus?
  Gara-gara semua mau kuurus,
  Rebus kacang, jadi tidak fokus;
  Makan kacang rebus, pupus?”

Gunta Wirawan




Gunta Wirawan , bergiat di Roemah Gergasi (sebuah wadah kreatif penulisan). Bukunya yang telah terbit antologi cerpen “Perkampungan Orang Gila” (2013), kumpulan puisi “Sajak Nol” (2013), dan “Bocah Terkencing-Kencing” (2014). Karyanya juga termuat dalam kumpulan puisi 175 penyair “Dari Negeri Poci 6 (Negeri Laut)”. Penulis menetap di Singkawang Kalimantan Barat. Tinggal di Jl. Veteran Gg. H. Ibrahim No.192 Roban

Gunta Wirawan : Surat Terbuka Untuk Asap



Gunta Wirawan

Surat Terbuka Untuk Asap

Asap yang terhormat,
Ini aku nasehati kamu
Dengar dengan sebenar-benar dengar
Jangan tuli
Apalagi pura-pura tuli
Apalagi menulikan diri
 Asap
Kamu itu ya
tempingal1 alias bengal
Sudah berapa kali aku bilang
Jangan cemari udara di negeriku ini
Jangan sesakkan napas anak-anak kami
 Heh,.. kau malah tertawa!
Lihat itu di Sumatera
Murid-murid matanya lebam-bengkak
Sebagian sesak napas, sebagian harus diselang hidungnya
Sebagin lagi meregang nyawa
 Di Kalimantan
Orang utan dan bekantan kena ispa
Napasnya turun-naik, berbunyi sit sit
Sebagian asmanya kambuh, sebagian batuk darah
Sebagian mati
 Tapi dasar kau asap
Mengapa setiap hutan terbakar kau selalu berpesta-pora
Setiap kemarau datang kau berpoya-poya
Kau seperti drakula
Menyedot oksigen dari paru-paru kami
 Bukan salah pengusaha, bukan salah penguasa
Bukan karena rakyat durhaka
Sebab tabiat maksiat, tabiat manusia:
Urusan hutan terbakar, terbakarlah saja
Jangan pula kau yang mengambil kesempatan
Menari-nari di atas penderitaan kami
Menyebarkan dirimu di seantero negeri
 Asap, catat ini
Aku tak pernah lupa
Hampir setiap tahun kau datang mengasap bumi
Lha, apa urusanmu dengan hutan terbakar atau dibakar
Kok jadi kamu yang sok sibuk !
Asap
Kau ini
Bah!
Singkawang, 2015.